a. Dasar Penjenjangan Pembibitan
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu kekurangan penanaman tebu secara
vegetatif adalah rendahnya penangkaran bibit, sedangkan kebutuhan bibit sebagai
bahan tanam KTG setiap tahunnya sangat besar, maka untuk memenuhi kebutuhan
bibit tebu giling tersebut perlu diadakan kebun pembibitan secara berjenjang.
Jenjang pembibitan adalah tahapan
penangkaran bibit yang berfungsi untuk pengendalian mutu kelas bibit pada
proses perbanyakannya, hingga bibit tebu siap untuk dijadikan sebagai bahan
tanam Tebu Giling (KTG). Hal ini sangat
diperlukan untuk memastikan bahwa kondisi bibit yang sedang dikembangkan memang
sudah sesuai dengan standar mutu bibit yang diinginkan. Dengan dilaksanakannya jenjang pembibitan
yang baik maka bibit yang digunakan sebagai bahan tanam KTG dapat diyakini asal
usulnya, kemurnian varietasnya serta tingkat kesehatan bibit dari serangan hama
dan penyakit. Tujuan dari penjenjangan kebun pembibitan antara
lain ialah :
- Menyediakan bibit yang dapat memenuhi kebutuhan tebu giling (KTG) dalam jumlah yang cukup dan tepat waktu
- Dapat merencanakan luas areal kebun bibit dan perbandingan varietas tebu yang akan ditanam
- Sebagai sarana untuk perbanyakan atau penangkaran varietas unggul baru
Disamping hal tersebut diatas, dalam
kegiatan budidaya tanaman tebu pada umumnya, dimana sebagai bahan tanam menggunakan
bibit bagal, maka proses penjenjangan juga diperlukan guna menekan pengeluaran
biaya bibit. Sedangkan pada kegiatan
budidaya tanaman tebu yang sedang menjadi program pemerintah saat ini, yaitu
bahan tanamnya menggunakan bagal satu mata tunas (budset/budchip), maka proses
penjenjangan kebun pembibitan tidak lagi menjadi suatu keharusan.
b. Penjenjangan Kebun Pembibitan
Penjenjangan kebun pembibitan pada
umumnya terdiri dari 4
tingkatan kelas bibit, yaitu dimulai dari tingkat yang paling atas
sebagai berikut :
1. Kebun Bibit Pokok (KBP), atau biasa disebut bibit penjenis adalah bibit yang diproduksi dari
hasil kultur jaringan, sehingga tingkat kemurnian genetik varietasnya
benar-benar dapat diyakini. Tingkat kemurnian bibit harus
100 %, serangan penyakit 0 %, toleransi serangan penggerek pucuk < 5 % dan
penggerek batang < 2 %
2. Kebun Bibit Nenek (KBN), atau
disebut juga bibit dasar adalah perbanyakan pertama dari bibit penjenis (KBP). Sama seperti halnya pada KBP, tingkat kemurnian bibit harus
mencapai 100 %, serangan penyakit 0 %, toleransi
serangan penggerek pucuk < 5 % dan penggerek batang < 2 %. Selain
berasal dari perbanyakan bibit KBP, bahan tanam KBN juga bisa langsung dari
bibit hasil produksi kultur jaringan.
3. Kebun Bibit Induk (KBI), atau disebut juga bibit pokok adalah
perbanyakan pertama dari bibit dasar (KBN). Tingkat kemurnian bibit minimal 98 %, serangan penyakit 0 %, toleransi serangan
penggerek pucuk < 5 % dan penggerek batang < 2 %
4. Kebun Bibit Datar (KBD), atau biasa disebut dengan bibit sebar sebagai bahan tanam KTG adalah
perbanyakan pertama dari bibit pokok (KBI).
Tingkat kemurnian
bibit minimal 95 %, serangan penyakit 0 %,
toleransi serangan penggerek pucuk < 5 % dan penggerek batang < 5 %
c.
Penyusunan Jenjang Kebun Pembibitan
Penyusunan jenjang kebun pembibitan berkaitan dengan luas kebun yang
diselenggarakan, penangungjawab pengelolaannya serta kapan saat kebun
pembibitan tersebut harus mulai ditanam atau kapan harus bisa ditebang/dipagas.
Dalam rangka mencapai tujuan penataan varietas yang ideal guna
mendukung peningkatan produktivitas dan mutu hasil produksi tebu, serta
meningkatkan kualitas pengelolaan dan pengawasan kebun pembibitan, maka jenjang
kebun pembibitan disusun sebagai berikut :
1. Kebun Bibit Pokok (KBP), sebagai
penyedia bahan tanam bagi KBN diselenggarakan oleh unit Puslitagro pada bulan Maret
- April untuk keperluan KBN lahan sawah
dan bulan Desember - Maret untuk keperluan KBN lahan tegalan. KBP pada lahan sawah memerlukan 0,1 % dari luasan plant cane dan
penyulaman tebu giling, sedangkan KBP pada lahan tegalan memerlukan lahan 0,4 %
dari luasan plant cane dan penyulaman tebu giling. Dengan asumsi penangkaran bibit 1 : 5 pada
lahan sawah atau 1 : 4 pada lahan tegalan, maka luasan KBP pada lahan sawah
adalah 0,2 kali luas KBN, sedangkan
untuk lahan tegalan adalah 0,25 kali
luas KBN.
2. Kebun Bibit Nenek (KBN), sebagai
penyedia bahan tanam bagi KBI diselenggarakan oleh unit Puslitagro pada bulan Oktober
– Desember untuk keperluan KBI lahan sawah dan bulan Juni – Juli pada pola
tanam I dan Nopember – Desember pada pola tanam II untuk keperluan KBI lahan
tegalan. KBN pada lahan sawah memerlukan 0,7 % dari luasan plant
cane dan penyulaman tebu giling, sedangkan KBN pada lahan tegalan memerlukan lahan
1,6 % dari luasan plant cane dan penyulaman tebu giling. Dengan asumsi penangkaran bibit 1 : 5 pada lahan
sawah atau 1 : 4 pada lahan tegalan, maka luasan KBP pada lahan sawah
adalah 0,2 kali luas KBI, sedangkan
untuk lahan tegalan adalah 0,25 kali
luas KBI.
3. Kebun Bibit Induk (KBI), sebagai penyedia
bahan tanam bagi KBD maka komposisinya harus sudah menggambarkan komposisi
varietas yang akan tertanam pada tebu giling mendatang. Selanjutnya mengingat lokasi penanaman KBD
sudah tersebar pada lahan disekitar rencana tanam KTG, maka KBI diselenggarakan
oleh masing-masing PG, dalam hal ini dikoordinir oleh masing-masing SKK atau
dapat juga dilaksanakan secara khusus oleh Sinder Kebun Bibit. Penanaman KBI dimulai pada bulan April hingga
Juli untuk keperluan KBD lahan sawah dan bulan Februari – Maret pada pola tanam
I dan Juni – Juli pada pola tanam II untuk keperluan KBD lahan tegalan.
KBI
pada lahan sawah memerlukan 3,3 % dari luasan plant cane dan penyulaman tebu
giling, sedangkan pada lahan tegalan memerlukan lahan 6,3 % dari luasan plant
cane dan penyulaman tebu giling. Dengan asumsi penangkaran bibit 1 : 5 pada
lahan sawah atau 1 : 4 pada lahan tegalan, maka luasan KBI pada lahan sawah
adalah 0,2 kali luas KBD, sedangkan
untuk lahan tegalan adalah 0,25 kali
luas KBD.
4. Kebun Bibit Datar (KBD), merupakan
kebun pembibitan jenjang terakhir penyedia bahan tanam bagi KTG. Lokasi lahan tanam KBD harus diatur sedemikian
rupa hingga sedapat mungkin mendekati lokasi tanam KTG yang telah direncanakan
pada tahun mendatang. Penanaman KBD dimulai pada bulan Nopember hingga Maret
untuk keperluan KTG lahan sawah dan bulan Nopember hingga Februari untuk
keperluan KTG lahan tegalan. KBD pada lahan sawah memerlukan
16,7 % dari luasan plant cane dan penyulaman tebu giling, sedangkan pada lahan
tegalan memerlukan lahan hingga 25 % dari luasan plant cane dan penyulaman tebu
giling.
d.
Persyaratan Kebun Pembibitan
Mengingat tujuan pelaksanaan kebun
pembibitan adalah untuk memperoleh bahan tanam dari varietas yang murni,
bermutu baik, sehat dan bebas dari gangguan hama dan penyakit serta mempunyai
daya kecambah tinggi dan laju pertumbuhan yang cepat, maka lahan untuk kebun pembibitan
memerlukan beberapa syarat antara lain :
-
Kondisi tanah subur dan diutamakan
yang memiliki kedalaman solum lebih dari 60 cm
- Tersedia pengairan yang memenuhi
kebutuhan pertumbuhan vegetatif yang optimal, terutama untuk penyediaan lahan
KBP dan KBI yang ditanam pada saat menghadai musim kemarau
- Terpisah dari tanaman lain yang
menjadi inang hama dan penyakit tanaman tebu
- Bebas dari tunggul-tunggul atau
tunas tanaman tebu sebelumnya yang berpotensi akan menjadi varietas campuran
pada kebun pembibitan
- Dekat dengan jalan atau tersedia
sarana jalan yang sudah diperkeras sehingga tidak menyulitkan kegiatan
tebang/pagas pada musim penghujan
e.
Seleksi Kemurnian Varietas
Seleksi kemurnian varietas adalah kegiatan memilih dan membuang rumpun
varietas campuran, yaitu varietas yang tumbuh secara liar dan bukan sengaja
ditanam pada saat awal pembibitan, sehingga diperoleh
bibit tebu sebagai bahan tanam yang murni dan diyakini kebenaran varietasnya. Kemurnian varietas merupakan masalah yang
penting pada tebu giling, terutama dalam kaitannya dengan keseragaman kemasakan
tanaman pada saat ditebang.
Dalam melaksanakan seleksi kemurnian varietas,
yang dilakukan oleh petugas adalah mengamati rumpun demi rumpun tentang ciri
atau tanda pengenal (morfologis) varietas tanaman yang dibudidayakan. Selanjutnya
dilakukan pembongkaran dan membuang rumpun varietas campuran yang
diketemukan. Ciri atau tanda pengenal utama
yang biasa digunakan untuk membedakan varietas tanaman tebu adalah : batang (bentuk ruas, susunan ruas,
lapisan liling, retakan tumbuh/gabus); mata tunas (bentuk mata tunas, tepi
sayap mata, rambut jambul mata, rambut tepi basal mata); telinga daun (ada atau
tidak, bentuknya, kedudukan telinga daun, pertumbuhan telinga daun); bulu
bidang punggung pelepah daun (ada atau tidak, luas pertumbuhannya, kedudukan
bulu bidang punggung).
Untuk menjaga agar tingkat kemurnian
varietas bibit terutama pada KBP dan KBN bisa tercapai 100 %, maka seleksi
kemurnian varietas ini harus dilaksanakan secara cermat dan intensif dengan melakukan
pembongkaran dan membuang rumpun tanaman campuran pada beberapa tahapan sebagai
berikut :
1.
Seleksi tahap pertama dilaksanakan
saat tanaman berumur sekitar 2 bulan.
Tanaman yang sudah jelas berbeda
morfologis dan pertumbuhannya dibongkar dan dikeluarkan dari kebun
pembibitan. Rumpun tanaman yang
diragukan identitasnya, diberi tanda dengan mengikatkan tali plastik atau tanda
lainnya pada batang tanaman. Tanda tersebut diperlukan untuk memudahkan
pencarian dalam pemeriksaan tanaman pada tahap seleksi berikutnya.
2.
Seleksi tahap kedua dilaksanakan
saat tanaman berumur sekitar 4 bulan.
Pada umur 4 bulan umumnya tanaman tebu
sudah membentuk antara 2 sampai 4 ruas, sehingga pengamatan terhadap ciri-ciri
morfologisnya menjadi lebih mudah dilakukan.
Jika dijumpai rumpun tanaman yang masih meragukan varietasnya karena
bentuk mata tunas atau ciri-ciri lain yang belum jelas, sebaiknya diberi tanda
untuk pemeriksaan pada seleksi tahap berikutnya. Sedangkan jika dijumpai rumpun tanaman yang
sudah diyakini merupakan varietas campuran, maka dilakukan pembongkaran seperti
pada seleksi tahap pertama.
3.
Seleksi tahap ketiga dilaksanakan
saat tanaman berumur 5,5 bulan.
Merupakan seleksi terakhir dan
dilaksanakan menjelang penebangan bibit, pada saat umur tersebut, tanaman telah
membentuk ruas normal lebih dari 6 ruas.
Bentuk mata tunas yang merupakan kriteria penting dalam penetapan ciri
morfologis varietas telah dapat dilihat dengan jelas, sehingga pembuangan
rumpun campuran dapat dilakukan dengan pasti.
Pada seleksi tahap ketiga ini, apabila masih ada varietas yang tidak
dapat ditentukan (diragukan) ciri-ciri morfologisnya, maka rumpun tersebut
dianggap sebagai campuran dan harus dikeluarkan dari kebun.
f.
Taksasi Kebun Pembibitan
Taksasi kebun pembibitan bisa dilakukan
dengan 2 cara pendekatan, yaitu yang pertama dengan taksasi penangkaran berdasar
jumlah panjang batang dan kedua dengan taksasi berdasar jumlah bobot tebu yang
dihasilkan kebun pembibitan. Taksasi penangkaran dilakukan dengan membandingkan jumlah panjang
batang yang dihasilkan dari kebun pembibitan terhadap jumlah panjang
juring/leng yang bisa tertanam dari hasil pembibitan tersebut. Sedangkan taksasi berdasar bobot tebu
dilakukan dengan membandingkan produksi bobot tebu (kuintal/tonase) dari kebun
pembibitan terhadap luasan yang bisa tertanam dari jumlah kuintal/tonase kebun
pembibitan tersebut.
1.
Taksasi berdasar penangkaran
Langkah-langkah yang dilakukan dalam
menentukan taksasi berdasar penangkaran :
-
Menghitung jumlah batang yang
pertumbuhannya normal pada setiap juring/leng (setelah dikurangi batang yang
terserang penggerek batang, penggerek pucuk dan varietas campuran)
-
Mengukur tinggi batang mulai dari
ruas ke 3 (tiga) diatas permukaan tanah hingga daun ke 9 (sembilan) dari pucuk
atau 1 (satu) daun dibawah segitiga daun (kuijper). Ruas
diatas permukaan tanah diukur mulai ruas ke 3 (tiga) karena ruas pertama dan
kedua dianggap tertinggal pada saat kegiatan penebangan bibit.
-
Menetapkan taksasi penangkaran
berdasar rumus yang telah ditetapkan.
Jika satuan-satuan dalam rumus
dinyatakan sebagai berikut :
Jumlah batang (kebun pembibitan) =
A batang/meter
Tinggi batang bibit = B meter
Panjang potongan stek saat tanam =
C centi meter (dikonversi ke
meter)
Jumlah stek digunakan untuk tanam =
D stek/meter
Maka taksasi penangkaran bibit
dirumuskan sebagai berikut :
A x
B x C
FHB = ---------------------
D
Contoh taksasi penangkaran kebun bibit :
D
Contoh taksasi penangkaran kebun bibit :
Jumlah batang (kebun pembibitan) =
6,0 batang/meter
Tinggi batang bibit = 1,8
meter
Panjang potongan stek saat tanam =
0,4 meter
Jumlah stek digunakan untuk tanam =
6,0 stek/meter
Maka taksasi penangkaran bibit
dirumuskan sebagai berikut :
6,0 x
1,8
FHB = ---------------------------- = 4,50
FHB = ---------------------------- = 4,50
0,4 x
6,0
2.
Taksasi berdasarkan hasil bobot
tebu
Langkah-langkah yang dilakukan dalam
menentukan taksasi berdasar bobot tebu :
- Menghitung jumlah batang yang
pertumbuhannya normal pada setiap juring/leng (setelah dikurangi batang yang
terserang penggerek batang, penggerek pucuk dan varietas campuran)
- Menebang 3 contoh batang tebu
mulai dari ruas ke 3 (tiga) diatas permukaan tanah hingga daun ke 9 (sembilan)
dari pucuk atau 1 (satu) daun dibawah segitiga daun (kuijper). Ruas diatas permukaan tanah diukur mulai
ruas ke 3 (tiga) karena ruas pertama dan kedua dianggap tertinggal pada saat
kegiatan penebangan bibit.
-
Menimbang 3 contoh batang tebu dan
menetapkan berat rata-rata per batang.
-
Menetapkan taksasi penangkaran
berdasar rumus yang telah ditetapkan.
Jika
satuan-satuan dalam rumus dinyatakan sebagai berikut :
Jumlah
batang (kebun pembibitan) = A
batang/meter
Faktor
panjang juring/leng = B
meter/hektar
Rata-rata
bobot tebu = C kg/batang
(dikonversi ke kuintal)
Pemakaian
bibit untuk tanam = D kuintal/hektar
Maka taksasi penangkaran bibit
dirumuskan sebagai berikut :
A x
B x C
FHB = -----------------------------------
D
Contoh taksasi penangkaran kebun bibit :
Jumlah batang (kebun pembibitan) =
6 batang/meter
Faktor panjang juring = 7.400
meter/hektar
Rata-rata bobot tebu = 1 kg/batang
Jumlah stek digunakan untuk tanam =
100 kuintal/hektar
Maka taksasi penangkaran bibit
dirumuskan sebagai berikut :
6 x
7.400 x 0,01
FHB = ------------------------------------- = 4,44
FHB = ------------------------------------- = 4,44
100
g.
Sertifikasi Kebun Pembibitan
Sertifikasi kebun pembibitan adalah
rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat terhadap bibit yang dilakukan oleh
lembaga sertifikasi (BBP2TP atau BP2MB) melalui pemeriksaan administrasi dan
lapangan. Pada prinsipnya sertifikasi
diberikan untuk proses produksi dan pengawasan peredaran bibit di
masyarakat. Dasar pelaksanaan
sertifikasi bibit adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem
Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan
Tanaman dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 39/Permentan/OT.140/8/2006
tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina.
Tujuan sertifikasi bibit :
- Melakukan pengawasan proses
produksi dan memberikan legalitas mutu bibit sumber yang dilaksanakan oleh
penangkar bibit tebu sebelum diedarkan kepada masyarakat.
- Memberikan jaminan kepastian dan
kemurnian varietas, serta kesehatan bibit yang diedarkan kepada pengguna bibit
tebu.
-
Memberikan legalitas kepada
penangkar bibit tebu, bahwa bibit yang dihasilkan terjamin kebenaran dan
kemurnian varietas, serta tingkat kesehatannya.
Pelaksanaan
sertifikasi :
1.
Pemeriksaan administrasi.
Pemeriksaan administrasi dalam proses
sertifikasi meliputi :
-
Surat keterangan/sertifikat asal
usul bibit yang ditanam
-
Peta kebun
-
Catatan kegiatan teknis kebun
2.
Pemeriksaan teknis.
Tolok ukur yang digunakan dalam
pemeriksaan teknis meliputi :
-
Kesehatan tanaman
Kesehatan tanaman ditentukan oleh
prosentase serangan hama dan penyakit yang ada.
Pada semua kelas bibit tebu harus bebas dari serangan penyakit Luka Api
(Smut) dan penyakit Pembuluh (Ratoon Stunting Desease). Sedangkan untuk serangan hama dan penyakit
lainnya harus berada dibawah ambang batas yang telah ditetapkan pada
masing-masing jenjang kebun pembibitan.
-
Kemurnian varietas.
Untuk jenjang bibit penjenis (KBP) dan
bibit dasar (KBN) harus memiliki tingkat kemurnian varietas 100 %. Sedangkan untuk jenjang bibit pokok (KBI)
harus memiliki tingkat kemurnian varietas 98 % dan jenjang bibit sebar
(KBD) tingkat kemurnian varietasnya
minimal 95 %. Kemurnian varietas dinilai
dari ada tidaknya campuran varietas lain dalam kebun yang diperiksa.
-
Taksasi produksi bibit
Tolok ukur yang digunakan dalam taksasi
dapat berdasar luasan kebun tertanam (taksasi penangkaran per hektar) atau
dapat juga berdasarkan estimasi bobot tebu yang dihasilkan (kuintal per
hektar). Sebagai sumber bibit tebu yang
layak, maka taksasi faktor penangkaran KBD harus mencapai 1 : 6, atau setara
dengan taksasi produksi bibit tebu minimal 400 kuintal per hektar.
3.
Standar pemeriksaan kebun
pembibitan
Standar pemeriksaan yang dijadikan acuan dalam proses pelaksanaan sertifikasi dapat dikelompokkan sebagaimana tabel 1 dibawah ini. Tabel 1 menyajikan standar yang dijadikan acuan dalam pemeriksaan administrasi dan standar dalam pemeriksaan teknis.