a.
Dasar Penataan Varietas
Pada
prinsipnya produksi gula ditentukan di kebun dimana tanaman tebu sebagai media
dalam memproduksi sukrosa dan menyimpan hasilnya, selanjutnya pabrik berperan
dalam menjaga kehilangan hasil produksi tersebut seminimal mungkin selama
proses pengolahan dari bahan baku menjadi kristal gula. Produktivitas tanaman tebu dikatakan tinggi
jika hasil tebu dalam bentuk biomasa dan sukrosa tinggi, yaitu tanaman yang
fase pertumbuhan vegetatifnya telah melewati “tingkat puncak” (boom stage) dan kemudian menghimpun sukrosa di dalam
batang secara optimal.
Tebu
dikatakan masak jika kadar sukrosa sepanjang batang tanaman relatif seragam. Secara teknis hal tersebut
dapat ditentukan dengan analisis tiga bagian batang (atas-tengah-bawah) dan
selanjutnya dihitung faktor kemasakan (FK), kosien peningkatan (KP) dan kosien
daya tahan (KDT). Secara penelitian,
kemasakan optimal tanaman tebu dicapai apabila nilai FK = 25, nilai KP = 108
dan KDT = 100 (Mochtar, 1991 dalam
Dasar-Dasar Teknologi Budidaya Tebu – Marsadi Pawirosemadi, 2011).
Proses kemasakan tanaman dan siklus
penyimpanan sukrosa dalam batang tebu sangat dipengaruhi oleh kelembaban tanah. Setelah tingkat puncak pertumbuhan tercapai, tebu akan menghimpun
sukrosa dalam batang, pada kondisi ini rendahnya kelembaban tanah akan memacu
kemasakan tanaman yang jika hal tersebut berlanjut akan menyebabkan tanaman
tebu menjadi layu atau mati.
Pengaruh penurunan kelembaban tanah terhadap kemasakan tanaman tebu akan
berbeda antara varietas yang satu dengan lainnya. Hal ini menyebabkan terjadinya pengelompokan
tingkat kemasakan tanaman tebu di lahan, derajat kepekaan varietas tanaman
terhadap berkurangnya kelembaban tanah membentuk sifat Masak Awal, Masak Tengah
dan Masak Lambat.
Sumber
: Eka Sugiyarsa – P3GI Pasuruan
Keterangan gambar diatas :
N : lahan normal (sawah)
K : lahan kering (tegalan)
AK : varietas Masak Awal pada lahan kering
AN :
varietas Masak Awal pada lahan
normal
TK : varietas Masak Tengah pada lahan kering
TN : varietas Masak Tengah pada lahan normal
LK : varietas Masak Lambat pada lahan kering
LN : varietas Masak Lambat pada lahan normal
Pada lahan sawah, hubungan antara kondisi
kelembaban tanah dengan pola kemasakan dalam gambar diatas dijelaskan sebagai
berikut :
- Varietas Masak Awal, pengisian
sukrosa dan puncak kemasakan terjadi pada kondisi kelembaban tanah menurun dari
50 % kapasitas lapang menjadi 40 % kapasitas lapang
- Varietas Masak Tengah, pengisian
sukrosa dan puncak kemasakan terjadi pada kondisi kelembaban tanah menurun dari
50 % kapasitas lapang menjadi 30 % kapasitas lapang
- Varietas Masak Lambat, pengisian
sukrosa dan puncak kemasakan terjadi pada kondisi kelembaban tanah menurun dari
50 % kapasitas lapang menjadi 25 % kapasitas lapang
Secara praktis pengelompokan tingkat
kemasakan varietas tebu di lahan sawah dalam kaitannya dengan berkurangnya
kelembaban tanah dapat disederhanakan menjadi :
- Varietas Masak Awal, yaitu apabila
derajat kepekaan kemasakan tebu terjadi antara satu (1) sampai dengan dua (2)
bulan kering
- Varietas Masak Tengah, yaitu
apabila derajat kepekaan kemasakan tebu terjadi antara tiga (3) sampai dengan
empat (4) bulan kering
- Varietas Masak Lambat, yaitu apabila
derajat kepekaan kemasakan tebu terjadi dalam waktu empat (4) bulan kering atau
lebih
Sebagai
catatan, pada lahan kering (tegalan) dampak penurunan kelembaban tanah terhadap
tingkat kemasakan tebu akan terjadi lebih cepat atau maju antara satu (1)
sampai satu setengah (1½) bulan
b.
Penataan Komposisi Varietas
Untuk mendapatkan rendemen tebu yang ditebang
berada pada posisi tertinggi secara terus menerus selama proses giling
berlangsung, maka hal yang harus diperhatikan adalah kadar sukrosa didalam batang tebu. Kadar sukrosa tertinggi di dalam
batang tebu berada pada periode kemasakan maksimum dalam jangka waktu yang
relatif pendek, oleh karena itu pada periode tersebut tanaman tebu harus segera
ditebang dan digiling sebelum kualitasnya menurun.
Dengan adanya beberapa kelompok
kemasakan varietas tebu dan jumlah hari giling yang telah direncanakan oleh masing-masing
PG, maka dapat ditentukan komposisi
kemasakan varietas yang dibudidayakan agar pasokan tebu giling ke pabrik nantinya
dapat ditebang pada saat mencapai potensi rendemen tertinggi.
Faktor
utama yang harus diperhatikan dalam menentukan komposisi kemasakan varietas
pada masing-masing PG antara lain : luas areal tanam tebu giling, kelas lahan
tanam (sawah atau tegalan), produktivitas tebu per hektar, kapasitas giling
pabrik dan penentuan awal giling. Disamping faktor utama tersebut ada
faktor-faktor sekunder seperti ketersediaan tenaga tebang, kondisi jalan, serta
luas cakupan atau penyebaran lokasi tebu giling.