Rabu, 29 November 2017

PEDOMAN PENATAAN VARIETAS

a.       Dasar Penataan Varietas
Pada prinsipnya produksi gula ditentukan di kebun dimana tanaman tebu sebagai media dalam memproduksi sukrosa dan menyimpan hasilnya, selanjutnya pabrik berperan dalam menjaga kehilangan hasil produksi tersebut seminimal mungkin selama proses pengolahan dari bahan baku menjadi kristal gula.   Produktivitas tanaman tebu dikatakan tinggi jika hasil tebu dalam bentuk biomasa dan sukrosa tinggi, yaitu tanaman yang fase pertumbuhan vegetatifnya telah melewati “tingkat puncak” (boom stage)  dan kemudian menghimpun sukrosa di dalam batang secara optimal.
Tebu dikatakan masak jika kadar sukrosa sepanjang batang tanaman relatif seragam.  Secara teknis hal tersebut dapat ditentukan dengan analisis tiga bagian batang (atas-tengah-bawah) dan selanjutnya dihitung faktor kemasakan (FK), kosien peningkatan (KP) dan kosien daya tahan (KDT).  Secara penelitian, kemasakan optimal tanaman tebu dicapai apabila nilai FK = 25, nilai KP = 108 dan KDT = 100 (Mochtar, 1991 dalam Dasar-Dasar Teknologi Budidaya Tebu – Marsadi Pawirosemadi, 2011).

Proses kemasakan tanaman dan siklus penyimpanan sukrosa dalam batang tebu sangat dipengaruhi  oleh kelembaban tanah.  Setelah tingkat puncak pertumbuhan tercapai, tebu akan menghimpun sukrosa dalam batang, pada kondisi ini rendahnya kelembaban tanah akan memacu kemasakan tanaman yang jika hal tersebut berlanjut akan menyebabkan tanaman tebu menjadi layu atau mati.  Pengaruh penurunan kelembaban tanah terhadap kemasakan tanaman tebu akan berbeda antara varietas yang satu dengan lainnya.  Hal ini menyebabkan terjadinya pengelompokan tingkat kemasakan tanaman tebu di lahan, derajat kepekaan varietas tanaman terhadap berkurangnya kelembaban tanah membentuk sifat Masak Awal, Masak Tengah dan Masak Lambat.  

Sumber : Eka Sugiyarsa – P3GI Pasuruan

Keterangan gambar diatas  :
N                 :   lahan normal (sawah)
K                 :   lahan kering (tegalan)
AK               :   varietas Masak Awal pada lahan kering
AN              :   varietas Masak Awal pada lahan normal
TK               :   varietas Masak Tengah pada lahan kering
TN               :   varietas Masak Tengah pada lahan normal
LK               :   varietas Masak Lambat pada lahan kering
LN               :   varietas Masak Lambat pada lahan normal

Pada lahan sawah, hubungan antara kondisi kelembaban tanah dengan pola kemasakan dalam gambar diatas dijelaskan sebagai berikut :
-    Varietas Masak Awal, pengisian sukrosa dan puncak kemasakan terjadi pada kondisi kelembaban tanah menurun dari 50 % kapasitas lapang menjadi 40 % kapasitas lapang
-     Varietas Masak Tengah, pengisian sukrosa dan puncak kemasakan terjadi pada kondisi kelembaban tanah menurun dari 50 % kapasitas lapang menjadi 30 % kapasitas lapang
-     Varietas Masak Lambat, pengisian sukrosa dan puncak kemasakan terjadi pada kondisi kelembaban tanah menurun dari 50 % kapasitas lapang menjadi 25 % kapasitas lapang

Secara praktis pengelompokan tingkat kemasakan varietas tebu di lahan sawah dalam kaitannya dengan berkurangnya kelembaban tanah dapat disederhanakan menjadi :
-       Varietas Masak Awal, yaitu apabila derajat kepekaan kemasakan tebu terjadi antara satu (1) sampai dengan dua (2) bulan kering
-       Varietas Masak Tengah, yaitu apabila derajat kepekaan kemasakan tebu terjadi antara tiga (3) sampai dengan empat (4) bulan kering
-      Varietas Masak Lambat, yaitu apabila derajat kepekaan kemasakan tebu terjadi dalam waktu empat (4) bulan kering atau lebih

Sebagai catatan, pada lahan kering (tegalan) dampak penurunan kelembaban tanah terhadap tingkat kemasakan tebu akan terjadi lebih cepat atau maju antara satu (1) sampai satu setengah (1½) bulan

b.      Penataan Komposisi Varietas
Untuk mendapatkan rendemen tebu yang ditebang berada pada posisi tertinggi secara terus menerus selama proses giling berlangsung, maka hal yang harus diperhatikan adalah  kadar sukrosa didalam batang tebu.   Kadar sukrosa tertinggi di dalam batang tebu berada pada periode kemasakan maksimum dalam jangka waktu yang relatif pendek, oleh karena itu pada periode tersebut tanaman tebu harus segera ditebang dan digiling sebelum kualitasnya menurun.

Dengan adanya beberapa kelompok kemasakan varietas tebu dan jumlah hari giling yang telah direncanakan oleh masing-masing PG,  maka dapat ditentukan komposisi kemasakan varietas yang dibudidayakan agar pasokan tebu giling ke pabrik nantinya dapat ditebang pada saat mencapai potensi rendemen tertinggi.

Faktor utama yang harus diperhatikan dalam menentukan komposisi kemasakan varietas pada masing-masing PG antara lain :  luas areal tanam tebu giling, kelas lahan tanam (sawah atau tegalan), produktivitas tebu per hektar, kapasitas giling pabrik dan penentuan awal giling.  Disamping faktor utama tersebut ada faktor-faktor sekunder seperti ketersediaan tenaga tebang, kondisi jalan, serta luas cakupan atau penyebaran lokasi tebu giling.