Rabu, 29 November 2017

PEDOMAN PENJEJANGAN KEBUN PEMBIBITAN

a.       Dasar Penjenjangan Pembibitan
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu kekurangan penanaman tebu secara vegetatif adalah rendahnya penangkaran bibit, sedangkan kebutuhan bibit sebagai bahan tanam KTG setiap tahunnya sangat besar, maka untuk memenuhi kebutuhan bibit tebu giling tersebut perlu diadakan kebun pembibitan secara berjenjang.

Jenjang pembibitan adalah tahapan penangkaran bibit yang berfungsi untuk pengendalian mutu kelas bibit pada proses perbanyakannya, hingga bibit tebu siap untuk dijadikan sebagai bahan tanam Tebu Giling (KTG).  Hal ini sangat diperlukan untuk memastikan bahwa kondisi bibit yang sedang dikembangkan memang sudah sesuai dengan standar mutu bibit yang diinginkan.  Dengan dilaksanakannya jenjang pembibitan yang baik maka bibit yang digunakan sebagai bahan tanam KTG dapat diyakini asal usulnya, kemurnian varietasnya serta tingkat kesehatan bibit dari serangan hama dan penyakit.  Tujuan dari penjenjangan kebun pembibitan antara lain ialah :

  • Menyediakan bibit yang dapat memenuhi kebutuhan tebu giling (KTG) dalam jumlah yang cukup dan tepat waktu
  • Dapat merencanakan luas areal kebun bibit dan perbandingan varietas tebu yang akan ditanam
  • Sebagai sarana untuk perbanyakan atau penangkaran varietas unggul baru
Disamping hal tersebut diatas, dalam kegiatan budidaya tanaman tebu pada umumnya, dimana sebagai bahan tanam menggunakan bibit bagal, maka proses penjenjangan juga diperlukan guna menekan pengeluaran biaya bibit.  Sedangkan pada kegiatan budidaya tanaman tebu yang sedang menjadi program pemerintah saat ini, yaitu bahan tanamnya menggunakan bagal satu mata tunas (budset/budchip), maka proses penjenjangan kebun pembibitan tidak lagi menjadi suatu keharusan.

b.       Penjenjangan Kebun Pembibitan
Penjenjangan kebun pembibitan pada umumnya terdiri dari 4 tingkatan kelas bibit, yaitu dimulai dari tingkat yang paling atas sebagai berikut :

1.       Kebun Bibit Pokok (KBP), atau biasa disebut bibit penjenis adalah bibit yang diproduksi dari hasil kultur jaringan, sehingga tingkat kemurnian genetik varietasnya benar-benar dapat diyakini.  Tingkat kemurnian bibit harus 100 %, serangan penyakit 0 %, toleransi serangan penggerek pucuk < 5 % dan penggerek batang < 2  %

2.    Kebun Bibit Nenek (KBN), atau disebut juga bibit dasar adalah perbanyakan pertama dari bibit penjenis (KBP).  Sama seperti halnya pada KBP, tingkat kemurnian bibit harus mencapai 100 %,  serangan penyakit 0 %, toleransi serangan penggerek pucuk < 5 % dan penggerek batang < 2 %.   Selain berasal dari perbanyakan bibit KBP, bahan tanam KBN juga bisa langsung dari bibit hasil produksi kultur jaringan.  

3.    Kebun Bibit Induk (KBI), atau disebut juga bibit pokok adalah perbanyakan pertama dari bibit dasar (KBN). Tingkat kemurnian bibit minimal 98 %,  serangan penyakit 0 %, toleransi serangan penggerek pucuk < 5 % dan penggerek batang < 2 %

4.   Kebun Bibit Datar (KBD), atau biasa disebut dengan bibit sebar sebagai bahan tanam KTG adalah perbanyakan pertama dari bibit pokok (KBI).  Tingkat kemurnian bibit minimal 95 %,  serangan penyakit 0 %, toleransi serangan penggerek pucuk < 5 % dan penggerek batang < 5 %
          

c.        Penyusunan Jenjang Kebun Pembibitan
Penyusunan jenjang kebun pembibitan berkaitan dengan luas kebun yang diselenggarakan, penangungjawab pengelolaannya serta kapan saat kebun pembibitan tersebut harus mulai ditanam atau kapan harus bisa ditebang/dipagas.

Dalam rangka mencapai tujuan penataan varietas yang ideal guna mendukung peningkatan produktivitas dan mutu hasil produksi tebu, serta meningkatkan kualitas pengelolaan dan pengawasan kebun pembibitan, maka jenjang kebun pembibitan disusun sebagai berikut :

1.    Kebun Bibit Pokok (KBP), sebagai penyedia bahan tanam bagi KBN diselenggarakan oleh unit Puslitagro pada bulan Maret - April  untuk keperluan KBN lahan sawah dan bulan Desember - Maret untuk keperluan KBN lahan tegalan.  KBP pada lahan sawah memerlukan 0,1 % dari luasan plant cane dan penyulaman tebu giling, sedangkan KBP pada lahan tegalan memerlukan lahan 0,4 % dari luasan plant cane dan penyulaman tebu giling.  Dengan asumsi penangkaran bibit 1 : 5 pada lahan sawah atau 1 : 4 pada lahan tegalan, maka luasan KBP pada lahan sawah adalah  0,2 kali luas KBN, sedangkan untuk lahan tegalan adalah  0,25 kali luas KBN.



2.     Kebun Bibit Nenek (KBN), sebagai penyedia bahan tanam bagi KBI diselenggarakan oleh unit Puslitagro pada bulan Oktober – Desember untuk keperluan KBI lahan sawah dan bulan Juni – Juli pada pola tanam I dan Nopember – Desember pada pola tanam II untuk keperluan KBI lahan tegalan.   KBN pada lahan sawah memerlukan 0,7 % dari luasan plant cane dan penyulaman tebu giling, sedangkan KBN pada lahan tegalan memerlukan lahan 1,6 % dari luasan plant cane dan penyulaman tebu giling.  Dengan asumsi penangkaran bibit 1 : 5 pada lahan sawah atau 1 : 4 pada lahan tegalan, maka luasan KBP pada lahan sawah adalah  0,2 kali luas KBI, sedangkan untuk lahan tegalan adalah  0,25 kali luas KBI.

3.     Kebun Bibit Induk (KBI), sebagai penyedia bahan tanam bagi KBD maka komposisinya harus sudah menggambarkan komposisi varietas yang akan tertanam pada tebu giling mendatang.  Selanjutnya mengingat lokasi penanaman KBD sudah tersebar pada lahan disekitar rencana tanam KTG, maka KBI diselenggarakan oleh masing-masing PG, dalam hal ini dikoordinir oleh masing-masing SKK atau dapat juga dilaksanakan secara khusus oleh Sinder Kebun Bibit.  Penanaman KBI dimulai pada bulan April hingga Juli untuk keperluan KBD lahan sawah dan bulan Februari – Maret pada pola tanam I dan Juni – Juli pada pola tanam II untuk keperluan KBD lahan tegalan. 

KBI pada lahan sawah memerlukan 3,3 % dari luasan plant cane dan penyulaman tebu giling, sedangkan pada lahan tegalan memerlukan lahan 6,3 % dari luasan plant cane dan penyulaman tebu giling.  Dengan asumsi penangkaran bibit 1 : 5 pada lahan sawah atau 1 : 4 pada lahan tegalan, maka luasan KBI pada lahan sawah adalah  0,2 kali luas KBD, sedangkan untuk lahan tegalan adalah  0,25 kali luas KBD.

4.     Kebun Bibit Datar (KBD), merupakan kebun pembibitan jenjang terakhir penyedia bahan tanam bagi KTG.  Lokasi lahan tanam KBD harus diatur sedemikian rupa hingga sedapat mungkin mendekati lokasi tanam KTG yang telah direncanakan pada tahun mendatang. Penanaman KBD dimulai pada bulan Nopember hingga Maret untuk keperluan KTG lahan sawah dan bulan Nopember hingga Februari untuk keperluan KTG lahan tegalan.  KBD pada lahan sawah memerlukan 16,7 % dari luasan plant cane dan penyulaman tebu giling, sedangkan pada lahan tegalan memerlukan lahan hingga 25 % dari luasan plant cane dan penyulaman tebu giling.

d.      Persyaratan Kebun Pembibitan
Mengingat tujuan pelaksanaan kebun pembibitan adalah untuk memperoleh bahan tanam dari varietas yang murni, bermutu baik, sehat dan bebas dari gangguan hama dan penyakit serta mempunyai daya kecambah tinggi dan laju pertumbuhan yang cepat, maka lahan untuk kebun pembibitan memerlukan beberapa syarat antara lain :
-          Kondisi tanah subur dan diutamakan yang memiliki kedalaman solum lebih dari 60 cm
-   Tersedia pengairan yang memenuhi kebutuhan pertumbuhan vegetatif yang optimal, terutama untuk penyediaan lahan KBP dan KBI yang ditanam pada saat menghadai musim kemarau
-         Terpisah dari tanaman lain yang menjadi inang hama dan penyakit tanaman tebu
-      Bebas dari tunggul-tunggul atau tunas tanaman tebu sebelumnya yang berpotensi akan menjadi varietas campuran pada kebun pembibitan
-    Dekat dengan jalan atau tersedia sarana jalan yang sudah diperkeras sehingga tidak menyulitkan kegiatan tebang/pagas pada musim penghujan   

e.      Seleksi Kemurnian Varietas
Seleksi kemurnian varietas adalah kegiatan memilih dan membuang rumpun varietas campuran, yaitu varietas yang tumbuh secara liar dan bukan sengaja ditanam pada saat awal pembibitan, sehingga diperoleh bibit tebu sebagai bahan tanam yang murni dan diyakini kebenaran varietasnya.  Kemurnian varietas merupakan masalah yang penting pada tebu giling, terutama dalam kaitannya dengan keseragaman kemasakan tanaman pada saat ditebang. 

Dalam melaksanakan seleksi kemurnian varietas, yang dilakukan oleh petugas adalah mengamati rumpun demi rumpun tentang ciri atau tanda pengenal (morfologis) varietas tanaman yang dibudidayakan. Selanjutnya dilakukan pembongkaran dan membuang rumpun varietas campuran yang diketemukan.  Ciri atau tanda pengenal utama yang biasa digunakan untuk membedakan varietas tanaman tebu  adalah : batang (bentuk ruas, susunan ruas, lapisan liling, retakan tumbuh/gabus); mata tunas (bentuk mata tunas, tepi sayap mata, rambut jambul mata, rambut tepi basal mata); telinga daun (ada atau tidak, bentuknya, kedudukan telinga daun, pertumbuhan telinga daun); bulu bidang punggung pelepah daun (ada atau tidak, luas pertumbuhannya, kedudukan bulu bidang punggung).

Untuk menjaga agar tingkat kemurnian varietas bibit terutama pada KBP dan KBN bisa tercapai 100 %, maka seleksi kemurnian varietas ini harus dilaksanakan secara cermat dan intensif dengan melakukan pembongkaran dan membuang rumpun tanaman campuran pada beberapa tahapan sebagai berikut :

1.       Seleksi tahap pertama dilaksanakan saat tanaman berumur sekitar 2 bulan.
Tanaman yang sudah jelas berbeda morfologis dan pertumbuhannya dibongkar dan dikeluarkan dari kebun pembibitan.  Rumpun tanaman yang diragukan identitasnya, diberi tanda dengan mengikatkan tali plastik atau tanda lainnya pada batang tanaman. Tanda tersebut diperlukan untuk memudahkan pencarian dalam pemeriksaan tanaman pada tahap seleksi berikutnya.

2.       Seleksi tahap kedua dilaksanakan saat tanaman berumur sekitar 4 bulan.
Pada umur 4 bulan umumnya tanaman tebu sudah membentuk antara 2 sampai 4 ruas, sehingga pengamatan terhadap ciri-ciri morfologisnya menjadi lebih mudah dilakukan.  Jika dijumpai rumpun tanaman yang masih meragukan varietasnya karena bentuk mata tunas atau ciri-ciri lain yang belum jelas, sebaiknya diberi tanda untuk pemeriksaan pada seleksi tahap berikutnya.  Sedangkan jika dijumpai rumpun tanaman yang sudah diyakini merupakan varietas campuran, maka dilakukan pembongkaran seperti pada seleksi tahap pertama.


3.       Seleksi tahap ketiga dilaksanakan saat tanaman berumur 5,5 bulan.
Merupakan seleksi terakhir dan dilaksanakan menjelang penebangan bibit, pada saat umur tersebut, tanaman telah membentuk ruas normal lebih dari 6 ruas.  Bentuk mata tunas yang merupakan kriteria penting dalam penetapan ciri morfologis varietas telah dapat dilihat dengan jelas, sehingga pembuangan rumpun campuran dapat dilakukan dengan pasti.  Pada seleksi tahap ketiga ini, apabila masih ada varietas yang tidak dapat ditentukan (diragukan) ciri-ciri morfologisnya, maka rumpun tersebut dianggap sebagai campuran dan harus dikeluarkan dari kebun.

f.         Taksasi Kebun Pembibitan
Taksasi kebun pembibitan bisa dilakukan dengan 2 cara pendekatan, yaitu yang pertama dengan taksasi penangkaran berdasar jumlah panjang batang dan kedua dengan taksasi berdasar jumlah bobot tebu yang dihasilkan kebun pembibitan. Taksasi penangkaran  dilakukan dengan membandingkan jumlah panjang batang yang dihasilkan dari kebun pembibitan terhadap jumlah panjang juring/leng yang bisa tertanam dari hasil pembibitan tersebut.  Sedangkan taksasi berdasar bobot tebu dilakukan dengan membandingkan produksi bobot tebu (kuintal/tonase) dari kebun pembibitan terhadap luasan yang bisa tertanam dari jumlah kuintal/tonase kebun pembibitan tersebut.

1.       Taksasi berdasar penangkaran
Langkah-langkah yang dilakukan dalam menentukan taksasi berdasar penangkaran :
-       Menghitung jumlah batang yang pertumbuhannya normal pada setiap juring/leng (setelah dikurangi batang yang terserang penggerek batang, penggerek pucuk dan varietas campuran)
-       Mengukur tinggi batang mulai dari ruas ke 3 (tiga) diatas permukaan tanah hingga daun ke 9 (sembilan) dari pucuk atau 1 (satu) daun dibawah segitiga daun (kuijper).   Ruas diatas permukaan tanah diukur mulai ruas ke 3 (tiga) karena ruas pertama dan kedua dianggap tertinggal pada saat kegiatan penebangan bibit.

-       Menetapkan taksasi penangkaran berdasar rumus yang telah ditetapkan.

Jika satuan-satuan dalam rumus dinyatakan sebagai berikut :
Jumlah batang (kebun pembibitan)      =    A  batang/meter
Tinggi batang bibit                               =    B  meter
Panjang potongan stek saat tanam       =    C  centi meter (dikonversi ke meter)
Jumlah stek digunakan untuk tanam    =    D  stek/meter

Maka taksasi penangkaran bibit dirumuskan sebagai berikut :

                   A     x     B    x    C           
           

         
   FHB = ---------------------           
                          D
Contoh taksasi penangkaran kebun bibit :

Jumlah batang (kebun pembibitan)      =      6,0  batang/meter
Tinggi batang bibit                               =      1,8  meter
Panjang potongan stek saat tanam       =      0,4  meter
Jumlah stek digunakan untuk tanam    =      6,0  stek/meter

Maka taksasi penangkaran bibit dirumuskan sebagai berikut :

                             6,0     x     1,8           
     FHB      =       ----------------------------       =    4,50
                                0,4     x     6,0

2.       Taksasi berdasarkan hasil bobot tebu

Langkah-langkah yang dilakukan dalam menentukan taksasi berdasar bobot tebu :
-   Menghitung jumlah batang yang pertumbuhannya normal pada setiap juring/leng (setelah dikurangi batang yang terserang penggerek batang, penggerek pucuk dan varietas campuran)
-     Menebang 3 contoh batang tebu mulai dari ruas ke 3 (tiga) diatas permukaan tanah hingga daun ke 9 (sembilan) dari pucuk atau 1 (satu) daun dibawah segitiga daun (kuijper).   Ruas diatas permukaan tanah diukur mulai ruas ke 3 (tiga) karena ruas pertama dan kedua dianggap tertinggal pada saat kegiatan penebangan bibit.
-       Menimbang 3 contoh batang tebu dan menetapkan berat rata-rata per batang.
-       Menetapkan taksasi penangkaran berdasar rumus yang telah ditetapkan.

Jika satuan-satuan dalam rumus dinyatakan sebagai berikut :
Jumlah batang (kebun pembibitan)      =    A  batang/meter
Faktor panjang juring/leng                   =    B  meter/hektar
Rata-rata bobot tebu                             =    C  kg/batang (dikonversi ke kuintal)
Pemakaian bibit untuk tanam               =    D  kuintal/hektar


Maka taksasi penangkaran bibit dirumuskan sebagai berikut :

                             A     x     B     x     C           
           FHB      =  -----------------------------------
                                             D

Contoh taksasi penangkaran kebun bibit :

Jumlah batang (kebun pembibitan)      =              6   batang/meter
Faktor panjang juring                           =      7.400   meter/hektar
Rata-rata bobot tebu                             =              1   kg/batang
Jumlah stek digunakan untuk tanam    =         100   kuintal/hektar

Maka taksasi penangkaran bibit dirumuskan sebagai berikut :

                6     x     7.400     x     0,01           
FHB      =  -------------------------------------  =    4,44
                               100


g.        Sertifikasi Kebun Pembibitan
Sertifikasi kebun pembibitan adalah rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat terhadap bibit yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi (BBP2TP atau BP2MB) melalui pemeriksaan administrasi dan lapangan.  Pada prinsipnya sertifikasi diberikan untuk proses produksi dan pengawasan peredaran bibit di masyarakat.  Dasar pelaksanaan sertifikasi bibit adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 39/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina.

Tujuan sertifikasi bibit :
-     Melakukan pengawasan proses produksi dan memberikan legalitas mutu bibit sumber yang dilaksanakan oleh penangkar bibit tebu sebelum diedarkan kepada masyarakat.
-   Memberikan jaminan kepastian dan kemurnian varietas, serta kesehatan bibit yang diedarkan kepada pengguna bibit tebu.
-          Memberikan legalitas kepada penangkar bibit tebu, bahwa bibit yang dihasilkan terjamin kebenaran dan kemurnian varietas, serta tingkat kesehatannya.

Pelaksanaan sertifikasi :
1.       Pemeriksaan administrasi.
Pemeriksaan administrasi dalam proses sertifikasi meliputi :
-       Surat keterangan/sertifikat asal usul bibit yang ditanam
-       Peta kebun
-       Catatan kegiatan teknis kebun


2.       Pemeriksaan teknis.
Tolok ukur yang digunakan dalam pemeriksaan teknis meliputi :
-       Kesehatan tanaman
Kesehatan tanaman ditentukan oleh prosentase serangan hama dan penyakit yang ada.  Pada semua kelas bibit tebu harus bebas dari serangan penyakit Luka Api (Smut) dan penyakit Pembuluh (Ratoon Stunting Desease).  Sedangkan untuk serangan hama dan penyakit lainnya harus berada dibawah ambang batas yang telah ditetapkan pada masing-masing jenjang kebun pembibitan.
-       Kemurnian varietas.
Untuk jenjang bibit penjenis (KBP) dan bibit dasar (KBN) harus memiliki tingkat kemurnian varietas 100 %.  Sedangkan untuk jenjang bibit pokok (KBI) harus memiliki tingkat kemurnian varietas 98 % dan jenjang bibit sebar (KBD)  tingkat kemurnian varietasnya minimal 95 %.  Kemurnian varietas dinilai dari ada tidaknya campuran varietas lain dalam kebun yang diperiksa.
-       Taksasi produksi bibit
Tolok ukur yang digunakan dalam taksasi dapat berdasar luasan kebun tertanam (taksasi penangkaran per hektar) atau dapat juga berdasarkan estimasi bobot tebu yang dihasilkan (kuintal per hektar).  Sebagai sumber bibit tebu yang layak, maka taksasi faktor penangkaran KBD harus mencapai 1 : 6, atau setara dengan taksasi produksi bibit tebu minimal 400 kuintal per hektar.


3.       Standar pemeriksaan kebun pembibitan
Standar pemeriksaan yang dijadikan acuan dalam proses pelaksanaan sertifikasi dapat dikelompokkan sebagaimana tabel 1 dibawah ini.  Tabel 1 menyajikan standar yang dijadikan acuan dalam pemeriksaan administrasi dan standar dalam pemeriksaan teknis.