Sejarah

Sejarah Pabrik Gula PT. PG Rajawali II mengalami masa perjalanan yang sangat panjang, dimulai Sebelum Perang Dunia II, Setelah Perang Dunia II, Periode Pendudukan Jepang (1942 - 1945), Periode Pasca Kemerdekaan (1945 - 1949), Periode Pasca Kedaulatan RI (1950 - 1957) dan sampai sekarang dengan masa kejayaan yang pernah dicapainya dimasa lalu. Berikut adalah uraian peristiwa tersebut :

SEBELUM PERANG DUNIA II

SETELAH PERANG DUNIA II

  1. Pabrik gula yang didirikan sebelum PD II sebagian mengalami rusak berat dan ditinggalkan oleh pemiliknya, dan dimanfaatkan serta dikuasai oleh masyarakat.
  2. Pabrik gula yang masih beroperasi saat itu : Djatiwangi, Gempol, Khadipaten, Karangsoewoeng, Sindanglaoet, Nieu Tersana, Ketanggoengan dan Gist Spiritus Fabriek Palimanan. 
  3. Pabrik gula yang tidak beroperasi akibat rusak berat : Ardjawinangoen, Paroengdjaja, Soerawinangun dan Leweunggajah.
PERIODE PENDUDUKAN JEPANG (1942 – 1945 )
  1. Semua pabrik gula milik asing (termasuk pabrik gula Belanda) diambil alih dan dikuasai oleh militer Jepang yang bernama Gunseikanbu. 
  2. Pemerintah militer jepang di Indonesia menerbitkan peraturan yang mengatur perkebunan termasuk pabrik gula yaitu Undang-undang Balatentara Dai Nippon Osamu Seirei No. 6 tgl. 15-VI-2603 (1943).  
  3. Dari 7 pabrik gula tersisa 6 pabrik gula yang masih beroperasi dan 1 pabrik spiritus, yaitu : Djatiwangi, Gempol, Khadipaten, Karangsoewoeng, Sindanglaoet, Nieu Tersana dan Gist Spiritus Fabriek Palimanan. PG Ketanggoengan West mengalami rusak berat (terkena bom) dan hancur sehingga tidak dapat beroperasi.
PERIODE PASCA KEMERDEKAAN ( 1945 – 1949 )
Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 1946 tgl 21 Mei 1946 tentang Peraturan Badan Penyelenggaran Perusahaan Gula (BPPGN). 

Badan-badan yang melakukan pengurusan perusahaan-perusahaan gula, baik yang meneruskan pekerjaan badan-badan yang dibentuk oleh Pemerintah Jepang maupun yang meneruskan pekerjaan badan-badan yang dibentuk pemerintah Jepang maupun yang didirikan sesudah perusahaan-perusahaan gula ditinggalkan oleh Jepang, dihapuskan/dibubarkan dan dilebur dalam satu badan hukum yang disebut BPPGN (Badan Penyelenggaranan Perusahaan Gula Negara) yang menjalankan dan mengelola perusahaan negara.

PERIODE PASCA KEDAULATAN RI ( 1950 – 1957 )
Salah satu kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB) antara Pemerintah Belanda dengan Pemerintah Repubilk Indonesia, khususnya tentang keuangan dan perekonomian, adalah : “Hak konsesi, izin dan menjalankan Perusahaan dikembalikan kepada Pemilik semula”. Konsekwensi dari kesepakatan tersebut bahwa semua pabrik gula milik asing (Belanda) diusahakan kembali oleh Direksinya masing-masing.

PERIODE NASIONALISASI PERUSAHAAN BELANDA
  1. Keputusan Penguasa Militer/Menteri Pertahanan RI No. 1603/PMT/1957 Tanggal 09 Pebruari 1957. Dalam rangka pembatalan KMB yang dirasa merugikan Indonesia dan perjuangan untuk membebaskan Irian Barat dari Belanda, maka seluruh Perusahaan Perkebunan/Pertanian Milik Belanda (termasuk pabrik gula) dikuasai seluruhnya opeh Pemerintah RI. 
  2. Undang-undang no. 86 tahun 1958 tgl. 27 Desember 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-perusahaan milik Belanda di Indonesia (disebut “Undang-undang Nasionalisasi Perusahaan Belanda”). Diikuti dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) no. 2 tahun 1959 tgl 23 Pebruari 1959 tentang Pokok-pokok pelaksanaan Undang-undang Nsionalisasi Perusahaan Belanda. Seluruh perusahaan  Belanda, baik perorangan maupun badan hukum, yang berada di wilayah Republik Indonesia diambil alih dan menjadi milik penuh serta bebas dari Negara Republik Indonesia. 
  3. Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 1959 tgl. 23 Pebruari 1959 tentang Pembentukan Badan Nasionalisasi Perusahaan Belanda atau “Banas”. Tugas : menentukan perusahaan-perusahaan milik Belanda yang dikenakan nasionalisasi yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tingkat 1. (Banas dibubarkan tgl 22 Mei 1963 melalui PP no. 31/1963 tentang Pembubaran Banas)
  4. Terbit Peraturan Pemerintah  No. 19 tahun 1959 tgl 2 Mei 1959 tentang Penentuan Perusahaan Pertanian/Perkebunan milik Belanda yang dikenakan Nasionalisasi. Perusahaan milik Belanda di Jawa Barat yang dinasionalisasi antara lain : Djatiwangi, Gempol, Khadipten, Karangsoewoeng, Sindanglaoet, Nieu Tersana (Tersana Baru), Ketanggoengan West (Ketanggungan Barat). PG Ketanggoengan West (Ketanggungan Barat) yang rusak berat beserta areal kerja diserahkan ke PG Nieu Tersana (Tersana Baru).
PERIODE PASCA NASIONALISASI 
  1. Terbit Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU) No. 19 tahun 1960 tgl 30 April 1960 tentang Perusahaan Negara.   
  2. Peraturan Pemerintah no. 159 tahun 1961 tgl. 26 April 1961 tentang Pendirian Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) Kesatuan Djawa Barat VI (Sebagai tindaklanjut dari PP no. 19 tahun 1960). Pabrik gula yang berada di wilayah Jawa Barat dilebur dalam kesatuan Djawa Barat VI (PPN Djabar VI), terdiri : PG Karangsuwung, PG Khadipaten, PG Tersana Baru, PG Sindanglaut, PG Jatiwangi dan PG Gempol. 
  3. Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1963 tgl 28 Januari 1963 tentang Pendirian Perusahaan Perkebunan Gula Negara (PPGN).  Atas dasar tersebut, PPN Djawa Barat VI dibubarkan dan diganti menjadi PPGN. --> PPGN Karangsuwung, PPGN Khadipaten, PPGN Tersana Baru, PPGN Sindanglaut, PPGN Jatiwangi dan PG Gempol. 
  4. Terbit Peraturan Pemerintah No. 14 thun 1968 tgl 13 April 1968 tentang Pendirian Perusahaan Negara Perkebunan (Aneka Tanaman Negara). PPGN diubah menjadi PN Perkebunan I – XXVIII. PG Karangsuwung, PG Khadipaten, PG Tersana Baru (termasuk Ketanggungan Barat), PG Sindanglaut, PG Jatiwangi dan PG Gempol (termasul PS Palimanan) masuk dalam PN Perkebunan XIV.
  5. Terbit Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1981 tgl 1 April 1981 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk pendirian Perusahaan Perseroan (PERSERO) di bidang produksi gula. Dengan terbitnya PP no 10/1981, maka PN Perkebunan XIV diubah menjadi PT Perkebunan XIV (Persero) dengan penambahan aset, yaitu : Proyek PG Jatitujuh dan sebagian areal perkebunan eks PT Perkebunan XXX (Persero) yang terletak di Subang. 
PG jatitujuh merupakan proyek nasional dalam rangka memenuhi swasembada gula nasional bekerjasama dengan Bank Dunia. Melalui Peraturan Pemerintah no. 17 tahun 1979 tanggal 25 Juni 1979 tentang Penyertaan Modal Negara RI untuk pendirian Perusahaan Perseroan (PERSERO) di bidang produksi gula, Negara RI melakukan penyertaan dalam modal saham di Proyek PG Jatitujuh.

PG Subang sebelumnya merupakan proyek percobaan penananam tebu yang milik PT Perkebunan XXX (Persero)  yang diserahkan pengelolaannya kepada PT Perkebunan XIV.  Pada tahun 1981 dimulai pembangunan phisik pabrik dan giling pertama PG Subang dilakukan pada tgl 18 Oktober 2014.  Sesuai Peraturan Pemerintah no. 6 tahun 1983 tgl 13 April 1983 tentang Penambahan Penyertaan Modal negara RI ke dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan XII, PT Perkebunan XIII dan   PT Perkebunan XIV.

PERIODE PENGAMBILALIHAN OLEH PT PPEN RAJAWALI NUSANTARA INDONESIA
  1. Dalam rangka penyehatan dan peningkatan efisiensi serta efektivitas PT Prerkebunan XIV (Persero), Menteri Keuangan selaku Pemegang Saham PT Perkebunan XIV (Persero) telah menugaskan PT PPEN RNI (Persero) untuk melakukan pengelolaan manajemen PT Perkebunan XIV (Persero).
  2. Menteri Keuangan selaku Pemegang Saham PT Perkebunan XIV (Persero) menganggap bahwa pengelolaan yang dilakukan manajemen PT RNI telah menunjukkan kinerja yang baik dan untuk kelangsungan perusahaan, diterbitkan Kepmenkeu no. 1326/KMK/1988 tgl 30 Desember 1988 tentang pemberhentian dan pengangkatan anggota Direksi PT Perkebunan XIV. Jajaran Direksi yang semula di jabat dari PT Perkebunan XIV diganti dan kemudian mengangkat Direksi PT RNI sebagai Direksi PT Perkebunan XIV.
  3. Terbit Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1993 tgl. 8 Januari 1993 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara RI ke dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan PT RNI. Seluruh saham milik negara yang berada di PT Perkebunan XIV dialihkan kepemilikannya kepada PT RNI. 
  4. Menyadari sebagai perusahaan perkebunan yang besar dan sebagai pelaku bisnis yang harus eksis di era globalisasi yang penuh dengan persaingan keras, mau tidak mau PT PG Rajawali II harus fokus pada usaha-usaha yang memberikan kontribusi keuntungan dan berani untuk mengembangkan serta memasuki usaha baru (diversifikasi). 
Konsekwensi yang harus dihadapi antara lain adalah menutup unit usaha yang dianggap sudah tidak bisa memberikan kontribusi, sudah tidak efisien serta tidak efektif. Pabrik gula yang ditutup yaitu PG Gempol ditutup/tidak beroperasi sejak tahun 1996, sedangkan 2 pabrik gula yaitu PG Jatiwangi dan PG Kadipaten dijual ke pihak swasta pada tahun 2004. Sementara itu PG Karangsuwung tidak beroperasi giling tahun 2015 namun wilayah kerja bergabung di PG Sindanglaut.